Alunan lagu dari balik headphone yang terpasang di telingaku mengarungi isi kepalaku. Menderu, dan pecah saat namanya terlintas di dalamnya.
Lagu Holo milik Lee Hi sukses membuat jantungku berdegub kencang, napasku berderu tak karuan, dan airmataku mengalir begitu deras secara tiba-tiba.
Tanganku bergetar hebat saat aku kembali mengingatnya.
Dengan cepat, rasa sakit itu kembali datang menghampiri. Sakit yang menusuk rongga dadaku dengan pelan tapi menyayat hati. Sakit yang entah harus ku obati dengan apa. Sakit yang entah harus ku oleskan obat di mana. Sakit yang telah ku rasakan selama satu tahun lebih setelah ia menghilang.
Ya, ia menghilang.
Dan, sampai saat ini, aku tidak tahu ia berada di mana.
Ia menghilang membawa semua mimpi yang telah kami rangkai.
Ia menghilang membawa semua janji yang telah ia ucapkan.
Namun, ia lupa membawa luka yang ia buat dalam sekejap mata.
Di sinilah aku sekarang. Bertahan dan terus mengharapkan kedatangannya.
Berharap meski aku tak pernah mendapatkan jawaban.
Berharap meski aku tahu itu tidak mungkin menjadi kenyataan.
Detik demi detik waktu yang ku lalui hanya untuk menunggunya kembali.
Ia, yang mengubah hariku menjadi berwarna kemudian menghilang begitu saja tanpa kata-kata.
***
“Athena.”
Aku menoleh saat seseorang memanggil namaku dari kejauhan. Samar-samar, aku dapat melihat Karren sedang melambaikan tangannya ke arahku.
Aku juga melambaikan tanganku ke arahnya. Tak butuh waktu lama untuk Karren berlari dan menghampiriku.
“Athena, udah makan?” tanyanya.
Aku menggelengkan kepala dan mengalihkan pandanganku ke arah laptop yang sejak tadi terbuka.
Tanpa ku sadari, Karren mendekatkan kepalanya ke arah laptopku untuk melihat apa yang membuatku mengabaikannya.
“Na.”
Menyadari Athena yang sedang melihat ke layar laptopku, aku langsung menutupnya dengan cepat.
“Karren, mau makan?” tanyaku dengan ekspresi wajah yang dibuat-buat sambil mengalihkan pembicaraan.
Karren menatapku dengan iba, ia menghela napasnya dan duduk di hadapanku.
Melihat tatapan Karren seperti ini, rasanya ingin membuatku menangis. Aku tidak suka dikasihani atas perasaanku saat ini.
“Na, kau masih menunggunya?”
Itu adalah pertanyaan pertama yang ia ucapkan padaku.
Aku menatapnya dengan tatapan yang ku paksa untuk tersenyum.
“Dia pasti kembali, Karren.”
“No, he is not. Let him go, Athena. Enough for all those shit. You deserve to be happy.”
Senyuman yang ku paksakan perlahan menghilang dari wajahku. Aku mulai merasakan airmata yang menggenang di pelupuk mataku.
“How i can be happy? While, he is the only reason that could make me happy.”
x
x
Lagu Holo milik Lee Hi sukses membuat jantungku berdegub kencang, napasku berderu tak karuan, dan airmataku mengalir begitu deras secara tiba-tiba.
Tanganku bergetar hebat saat aku kembali mengingatnya.
Dengan cepat, rasa sakit itu kembali datang menghampiri. Sakit yang menusuk rongga dadaku dengan pelan tapi menyayat hati. Sakit yang entah harus ku obati dengan apa. Sakit yang entah harus ku oleskan obat di mana. Sakit yang telah ku rasakan selama satu tahun lebih setelah ia menghilang.
Ya, ia menghilang.
Dan, sampai saat ini, aku tidak tahu ia berada di mana.
Ia menghilang membawa semua mimpi yang telah kami rangkai.
Ia menghilang membawa semua janji yang telah ia ucapkan.
Namun, ia lupa membawa luka yang ia buat dalam sekejap mata.
Di sinilah aku sekarang. Bertahan dan terus mengharapkan kedatangannya.
Berharap meski aku tak pernah mendapatkan jawaban.
Berharap meski aku tahu itu tidak mungkin menjadi kenyataan.
Detik demi detik waktu yang ku lalui hanya untuk menunggunya kembali.
Ia, yang mengubah hariku menjadi berwarna kemudian menghilang begitu saja tanpa kata-kata.
***
“Athena.”
Aku menoleh saat seseorang memanggil namaku dari kejauhan. Samar-samar, aku dapat melihat Karren sedang melambaikan tangannya ke arahku.
Aku juga melambaikan tanganku ke arahnya. Tak butuh waktu lama untuk Karren berlari dan menghampiriku.
“Athena, udah makan?” tanyanya.
Aku menggelengkan kepala dan mengalihkan pandanganku ke arah laptop yang sejak tadi terbuka.
Tanpa ku sadari, Karren mendekatkan kepalanya ke arah laptopku untuk melihat apa yang membuatku mengabaikannya.
“Na.”
Menyadari Athena yang sedang melihat ke layar laptopku, aku langsung menutupnya dengan cepat.
“Karren, mau makan?” tanyaku dengan ekspresi wajah yang dibuat-buat sambil mengalihkan pembicaraan.
Karren menatapku dengan iba, ia menghela napasnya dan duduk di hadapanku.
Melihat tatapan Karren seperti ini, rasanya ingin membuatku menangis. Aku tidak suka dikasihani atas perasaanku saat ini.
“Na, kau masih menunggunya?”
Itu adalah pertanyaan pertama yang ia ucapkan padaku.
Aku menatapnya dengan tatapan yang ku paksa untuk tersenyum.
“Dia pasti kembali, Karren.”
“No, he is not. Let him go, Athena. Enough for all those shit. You deserve to be happy.”
Senyuman yang ku paksakan perlahan menghilang dari wajahku. Aku mulai merasakan airmata yang menggenang di pelupuk mataku.
“How i can be happy? While, he is the only reason that could make me happy.”
x
x