Aku dan (kebodohan) cintaku.

by - 11:45 AM



Malam itu hujan turun dengan sangat deras. Rintikannya tak dapat ku hindari. Aku menatap dari kejauhan, sosok kekasih yang selama ini ku cinta sedang berpeluk mesra dengan orang lain. Aku marah. Kesal. Tapi, aku tak mampu mengungkapkan semuanya. Ku putuskan untuk kembali pulang. Aku mencintainya. Sebuah alasan bodoh yang membuatku tak dapat berbuat apa-apa. Bahkan saat ia melukai perasaan ku sedalam ini dan berulang kali. Ku habiskan malam ku dengan ditemani hujan yang semakin deras turun. Aku selalu menyukai hujan, karena tidak ada yang tahu airmataku mengalir ketika ku bersama hujan.

***

Keesokkan harinya, aku bertatap muka dengannya disekolah. Aku bersikap biasa saja, pun sebaliknya. Ia selalu bersikap manis dihadapanku. Ia yang selalu punya banyak cara membuatku tersenyum. Tapi, kali ini tidak. Aku masih dengan lamunanku. Dia meanatapku heran.

“Kamu kenapa? Sakit?” ia memegang dahiku dengan telapak tangannya.

Aku hanya menggelengkan kepala. Badanku memang terasa agak lemas setelah terkena hujan semalaman.

“Kamu hari ini beda banget. Gak kayak biasanya yang bawel, ceria, bisa bikin aku ketawa.”

Aku menghembuskan nafas panjang, nafas yang sejak tadi mengisi rongga dadaku. Membuatku sedikit sulit bernafas.

Aku agak gelisah. Aku ingin membicarakan tentang kejadian yang ku lihat tadi malam.

“Kamu…”

Dia menoleh ke arah ku dan menatapku heran.

“Kamu semalem kemana? Aku telfon gak bisa.” Aku mulai memberanikan diri untuk berbicara.

Dia terlihat kaget mendengar pertanyaan dariku.

“K-k-kok kamu nanya begitu?” dia semakin menatapku heran.

“Cewek mana yang gak khawatir kalau pacarnya gak bisa dihubungin?”

Dia menggenggam tanganku erat dan menatapku dalam.

“Maaf ya sayang, aku semalem abis nganterin nyokap ke klinik. Maaf ya udah bikin khawatir.”

Aku melepaskan genggamannya.

“Oh, sekarang ibu kamu gak berhijab ya? Kayaknya terakhir aku ketemu beliau, beliau berhijab. Dan…” aku memandang ke arahnya.

“Klinik jaman sekarang ada restorannya ya? Hebat banget.” Lanjutku.

Dia tersontak kaget.

“M-m-maksud kamu apa sih?”

“Jujur aja.”

“Aku gak ngerti maksud kamu, sayang.”

Dia mencoba untuk berlaku manis terhadapku, namun aku selalu menghindarinya.

“Gue denger dari temen lo, semalem lo ngajak jalan cewek. Iya?” tanyaku.

“Apaan sih kamu! Kamu lebih percaya orang lain ketimbang sama aku! Terus apa gunanya pacaran kalau kamu gak percaya sama aku!” dia membentakku.

Aku hanya terdiam mendengar alibinya.

“Oh, sekarang bahasanya udah mulai lo-gue? Iya?” kali ini dia benar-benar membentakku dengan sangat keras.

Aku tersentak.

“Gue lihat semalem lo sama cewek di restoran makan deket rumah lo. Semenjak lo gak ada kabar seharian, gue niat mau ke rumah lo. Tapi, tiba-tiba gue ngeliat lo lagi pelukan mesra sama cewe di restoran. Pacar macam apa lo!” emosi ku mulai memuncak.

Ku lihat ia mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras. Dan, tiba-tiba ia meninju sebuah pintu yang tepat berada didekat kami.

Dengan wajah penuh amarah, ia menatapku. Tatapannya yang penuh amarah kini berganti menjadi tatapan penuh iba. Ia berlutut dihadapanku.

“Aku minta maaf, yang.”

Aku yang masih shock melihatnya marah tadi, tak ku hiraukan ucapannya. Aku bergegas meninggalkannya.

***

Ku rebahkan tubuhku di kamar. Entah, tapi aku merasakan sangat lelah hari ini. Mungkin karena terlalu banyak hal yang mengganggu pikiranku. Ku coba pejamkan mataku. Namun, hanya kejadian di malam itu yang terbayang. Dadaku terasa sesak tiap kali aku mengingatnya. Kesal dan amarah ku memuncak tiap kali ku sesali, aku yang tak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya dapat menguraikan airmata tanpa bicara. Apa gunanya? Airmata memang melegakan, namun tidak menyelesaikan.

Tak lama kemudian, handphone-ku berdering. Ada panggilan masuk dari lelaki itu. Lelaki yang menyakitiku, tapi masih berstatus menjadi kekasihku.

Dengan berat hati, ku jawab telfon darinya.

Hallo?

Hmmm…

Aku tahu kamu pasti masih marah. Aku bisa jelasin semuanya. Please, kasih aku kesempatan.

Eh? Hmm…

Sekarang coba kamu keluar rumah. Aku tunggu kamu diluar!

Belum sempat ku membalas ucapannya, ia langsung mengakhiri pembicaraan diantara kami.

Aku segera bergegas pergi ke halaman rumah yang ia maksud. Baru saja ku buka pintu rumah, mataku sudah tercengang melihat begitu banyaknya bunga berhamburan didepan rumah. Ditambah lagi dengan adanya balon warna-warni. Aku tidak dapat berkata apa-apa. Jangankan untuk berkata, untuk berkedip saja rasanya sudah tidak bisa.

Tiba-tiba muncul seorang sosok laki-laki dihadapanku. Ia berlutut dan memberiku sebuah bunga mawar.

Dalam hitungan detik, seketika itu juga aku lupa akan rasa marahku terhadapnya. Hatiku mulai mencair lagi melihatnya seromantis ini padaku. Tak menunggu lama, aku memeluk tubuh laki-laki itu. Airmataku menetes.

“Maafin, aku ya sayang. Aku memang salah. Aku janji gak akan ngulangin lagi. Maafin aku ya.” Dia mencium tanganku dengan amat lembut.

Mataku berbinar menatapnya, senyumku mulai merekah lagi. Dia berhasil membuatku melupakan kesalahannya. Kesalahan fatal yang seharusnya tak dapat lagi ku maafkan.

Ya, memang begitulah sebagian wanita. Sekesal apapun mereka dengan pasangan, akan luluh juga ketika diperlakukan seperti itu oleh lelaki. Karena hati wanita pada dasarnya memang selembut sutra. Mereka mudah memaafkan tapi tidak melupakan.

***

Seminggu berlalu sejak kejadian itu. Aku berusaha melupakannya dan memulai lagi hubunganku yang baru. Sekeras apapun wanita berusaha melupakan, akan ada satu titik lemah wanita yang tidak dapat diperbaiki. Rasa trauma. Wanita yang pernah mengalami kejadian seperti ini, tidak akan lagi menaruh 100% kepercayaan pada pasangannya. Atau bisa saja laki-laki tersebut kehilangan kepercayaan dari pasangan. Ironis, tapi memang seperti itu adanya.

Belakangan ini, sikapnya mulai berubah lagi. Menghilang tanpa kabar. Dan sikapnya yang manis itu pun kian lama kian pudar. Rasa takut itu datang lagi. Takut akan rasa kecewa yang kedua kali. Aku mencoba untuk percaya lagi padanya, namun itu sulit. Lebih sulit dari yang ku bayangkan.

***

Sore itu, aku duduk dihalaman belakang rumah. Tiba-tiba saja salah seorang temanku datang ke rumah. Aku terkejut, karena sebelumnya tidak pernah ada salah seorang teman pun yang datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu.

“Ngapain lo disini? Kok gak ngasih tahu gue dulu?” tanpa ada rasa penasaran sama sekali aku berbicara padanya.

“Ikut gue! Gue mau ngasih tahu sesuatu.” Dia menarik lenganku dengan sangat keras.

Tanpa banyak bertanya, aku segera mengikuti langkahnya.

Ia membawaku ke sebuah tempat yang tak asing bagiku.

“Ini kan tempat biasa gue sama pacar gue. Ini tempat favourite kita berdua.”

Dia menoleh ke arahku dan melepaskan lenganku.

“Lo berdua? Yakin ini tempat favourite Cuma lo berdua? Atau ada orang lain juga yang dia ajak kesini?”

Aku terkejut mendengar ucapannya. Aku menatapnya dengan penuh tanya.

“M-m-maksud lo?”

Tanpa menjawab pertanyaanku, ia menunjuk ke arah bangku taman. Aku melihat dari kejauhan dengan samar-samar. Dengan sangat perlahan. Pandanganku mulai jelas. Aku melihat seorang laki-laki dan seorang wanita sedang bercanda ria. Bukan, bukan hanya bercanda biasa, tak jarang sesekali mereka saling rangkul satu sama lain.

Dan, ternyata…

Dia adalah kekasihku dengan wanita lain. Wanita yang pernah aku lihat waktu itu. Wanita itu lagi!

Kali ini emosiku tak dapat lagi ditahan. Emosiku memuncak. Aku berjalan menghampirinya dengan amat marah. Sesampainya dihadapanya, aku segera menampar wajahnya. Tak lagi ku hiraukan banyaknya orang yang berlalu-lalang disekitarku. Aku menampar wajahnya dengan sangat keras. Sontak semua orang langsung memperhatikanku.

“Kita putus!”

Tanpa banyak bicara, ku tinggalkan ia bersama wanita itu. Aku bergegas pulang. Dengan perasaan yang bercampur aduk aku menyusuri tiap jalan setapak yang ku lalui dengan derai airmata. Tak dapat ku ungkapkan betapa kecewanya hatiku. Tiba-tiba, temanku yang mengajak ke taman tadi menghampiriku dan mengulurkan tangannya memberi sehelai tisu.

“Nih, hapus airmata lo. Gue gak mau lihat lo nangis.” Ujarnya dengan menyodorkan tisu.

“Makasih” balasku singkat.

Dia menemaniku pulang. Sepanjang jalan yang tercipta hanyalah keheningan.

“Lo gak perlu kali nangisin orang yang udah berkhianat dibelakang lo. Ini salah lo juga.” Tiba-tiba ucapannya memecah keheningan diantara kami.

Aku menoleh ke arahnya.

“Maksud lo salah gue?”

“Gini ya, lo tahu dia pernah ngecewain lo. Tapi kenapa lo kasih lagi kesempatan dia buat balik ke lo. Yang namanya orang pernah selingkuh, sekali lo maafin, dia bakal ngulangin lagi. Terbukti kan sekarang?”

Aku terpaku mendengar ucapannya. Seolah aku sedang ‘ditampar’ olehnya.

“Gak ada orang lain yang bisa nyakitin lo tanpa seizin lo.” Lanjutnya.

Aku tak menampik jika ini semua memang kesalahan ku. Aku yang membiarkannya menyakitiku, lagi. Aku yang mengizinkannya melukaiku, lagi. Ya, aku memang salah. Seharusnya aku tahu jika hal ini akan terulang kembali. Aku bak seekor keledai yang bodoh, yang jatuh pada kesalahan yang sama.

***

Hari ini cuaca amatlah cerah, namun entah mengapa hatiku tak dapat secerah cuaca hari ini. Hatiku masih dirundung pilu.

Aku duduk di salah satu bangku taman sekolah. Ku pasang headset di kedua telingaku,ku dengarkan musik dengan sangat keras. Berharap semua masalah dapat ku lupakan walau hanya sekejap.

Tiba-tiba ku melihat di kejauhan, mantan kekasihku menghampiriku. Seperti biasa, ia membawa setangkai bunga. Tapi, tak ku hiraukan kedatangannya. Ia berlutut dihadapanku, dan meminta maaf berulang-ulang kali. Namun, aku tidak memperdulikannya. Ku tinggalkan ia begitu saja.

Tanpa ku duga, ia berdiri dan berteriak di depan orang banyak yang berlalu lalang saat itu.

“Gua minta maaf. Gua minta kesempatan lagi. Gua janji gak akan ngelakuin lagi. Gua janji!” teriaknya yang keras kala itu membuat semua mata tertuju padanya.

“Gua minta maaf. Kasih gua kesempatan lagi. Gua janji akan berubah.”

Ia berjalan menghampiriku. Seketika itu pula semua pasang mata tertuju padaku.

Ada sedikit perasaan iba ketika ku tatap matanya. Entah apa yang harus aku lakukan.

Apakah ia benar sungguh-sungguh dengan ucapannya?

“Sorry, gue gak bisa. Gue udah pernah kasih kesempatan ke lo, tapi malah lo sia-siain. Gue gak bisa kasih lo kesempatan lagi. Gue gak mau sakit hati lagi. Gue gak mau jatuh dilubang yang sama. Cukup sekali gue pernah salah dengan ngasih lo kesempatan. Kesempatan lo buat nyakitin gue lagi. Kali ini, gue gak akan lagi ngambil keputusan yang salah.” Ujarku memberinya penjelasan.

“Segampang itu lo ngelupain gue? Apa sedangkal itu rasa sayang lo ke gue?” ia menatapku dengan matanya yang berbinar.

“Gue sayang lo banget. Lo itu yang terbaik dalam hidup gue.” Lanjutnya.

Aku menghela nafas.

“Gak gampang gue ngelupain semuanya. Jujur, gue sayang sama lo. Tapi bukan berarti lo bisa seenaknya dihidup gue. Datang & pergi sesuka hati, atau bertingkah menyakiti hati gue. Lo sayang sama gue? Kalo lo sayang gue, lo gak akan selingkuhin gue dengan orang lain. Semua kata yang lo ucap barusan itu hanya berisikan kebohongan. Gue emang gak cukup pintar untuk melupakan lo, tapi gue harus cukup pintar meninggalkan orang yang jelas-jelas hanya mempermainkan gue. Sorry, hubungan kita cukup sampai disini.”

Ku langkahkan kakiku pergi menjauh. Berat memang, meninggalkan orang yang telah lama ada dihati kita. Namun, semua akan terasa lebih berat ketika kau tahu cinta tulus yang kau beri untuk pasanganmu, telah dibagi lagi kepada orang lain. Meninggalkan orang yang kita cinta memang sakit, namun akan lebih sakit lagi jika kau bertahan dalam sebuah hubungan yang hanya memberimu airmata.

Memang benar, tak ada cinta tanpa airmata. Tapi, bukan berarti tak ada kebahagiaan didalamnya. Carilah cinta yang benar-benar tulus menyayangimu. Bukan hanya yang datang & pergi meinggalkanmu. Kamu dan hatimu, bukanlah sebuah permainan. Dan tak pantas dipermainkan. Begitupun kamu dan cintamu. Bukanlah sebuah hal yang mudah untuk diberi kesembarang hati. Jangan kau sia-siakan cintamu hanya untuk seseorang yang tidak pantas kau cintai.

Jangan bertahan karena takut kehilangan. Lebih baik kehilangan dan mendapat pengganti yang lebih baik, dibanding kamu bertahan dan hanya akan menyakiti dirimu sendiri. Jangan pergi hanya untuk dikejar. Berjuang tak semudah itu. Jangan menyakiti hanya beralibi untuk mengetes cinta pasangan. Karena bertahan tak sebercanda itu. Berjuanglah dengan orang yang sama-sama ingin berjuang. Bukan yang hanya ingin diperjuangkan.





You May Also Like

7 comments

  1. kalau kata tmn gue "mencintai dan menyakiti sulit dipisahkan,tapi apapun itu kalau mencintai ga boleh menyakiti,dan jika menyakiti pilihannya hanya 2,melepaskan untuk dibahagiakan dengan orang lain,atau dilepaskan dia agar kita belajar,menyakiti itu berarti siap dilepaskan"

    ReplyDelete