Potret miris sebuah bangunan sejarah disudut Jakarta.

by - 12:28 PM



Weekend ini gue menghabiskan waktu sama Ayah dan Adik gue. Jadi, berhubung tempat kerja gue lagi dipindah tugaskan ke daerah kebon sirih (deket monas, kepleset nyampe) alhasil gue harus mengubah jalur kehidupan gue selama seminggu dari naik metromini 62 jadi kopaja 502.

Berhubung gue takut nyasar gak tahu jalannya kalau naik angkutan umum, akhirnya Ayah gue memutuskan untuk nganterin gue hari ini naik 502, sekaligus dikasih tahu turunnya dimana. Ya meleset-meleset akhirnya jalan ke monas. Lumayan, jalan pagi (menjelang siang).

Buat orang-orang yang tinggal di Jakarta, siapa sih yang gak tahu Monas (Monumen Nasional). Salah satu tempat bersejarah di Jakarta.

Entah kapan terakhir kali kesini bareng sama keluarga, kangen banget kayaknya waktu masih kecil ke Monas aja udah istimewa banget. Pas udah gede, kayaknya jadi meng-underestimate-kan tempat ini sebagai tempat rekreasi.  

Pas gue kesini lagi setelah beberapa tahun gak kesini, gue sempet dikejutkan dengan keadaan disini. Keadaannya sekarang udah jauh lebih buruk berubah dibanding saat pertama kali gue kesini.

Rumputnya yang udah jarang-jarang jadi Cuma kelihatan tanahnya yang gersang. Atau sampah yang berserakan dimana-mana. Padahal, udah disedian tempat sampah. Senang sih kalau sekarang makin banyak yang berkunjung kesini. Cuma sekedar rekreasi di halaman sekitar Monas atau masuk ke dalamnya. Tapi, mirisnya makin banyak yang berkunjung, sampah makin banyak berserakan dimana-mana. Entah mereka yang gak lihat tempat sampah, atau gak bisa ngebedain mana tempat sampah mana bukan, atau mereka yang udah gak perduli lagi soal pentingnya buang sampah ditempat sampah.







Masyarakat yang kayak begini nih yang kadang suka bikin errr. Buang sampah sembarang tempat, giliran banjir pemerintahnya yang disalahin. Tipe ini adalah masyarakat yang gak mau disalahin tapi mencari kesalahan orang lain dan mengkambing hitamkan pihak instansi tertentu. Sebenarnya, pihak pengelola monas sendiri sudah memfasilitasi lingkungan dengan banyaknya tempat sampah disediakan. Tapi.... kayaknya mau sebanyak apapun tempat sampah, masyarakat jauh lebih suka membuang sampah disembarang tempat.

Gue gak tahu ya apa karena ini weekend lantas banyak pedagang yang masuk ke kawasan lingkungan Monas atau memang sekarang kawasan Monas memang memperbolehkan pedagang berjualan disemua sudut tempat di lingkungan Monas. Sejauh mata memandang, yang gue lihat bukan lagi pepohonan yang rindang atau rumput yang hijau, tapi para pedagang kaki lima yang buka lapak disembarang tempat.

Gue gak ngelarang atau menyinyiri para pedagang yang berjualan di sekitar lingkungan Monas, mereka kan juga cari nafkah, yang gue sebel kenapa yang berjualan itu gak bisa jaga kebersihan. Maksudnya, buang sampah juga sembarang tempat. Atau berjualan di kawasan pejalan kaki. So, itu bukannya mengganggu para wisatawan yang mau berekreasi dengan berjalan kaki?







Sekarang juga gue gak lihat banyak bule (sebutan orang Indonesia untuk orang luar) berjalan dikawasan Monas. Padahal dulu sering banget dan banyak banget gue lihat bule berlalu-lalang disekitar Monas. Dari pagi gue nongkrong disini, gue gak lihat satu pun.

Mungkin beberapa hal yang gak berubah dari tempat ini adalah, adanya pernak-pernik cinderamata untuk para wisatawan dan beberapa ikon asli Jakarta, yaitu ondel-ondel.




Dan kebetulan, kunjungan gue hari ini bertepatan dengan acara Seni Papua. Yang diselenggarakan oleh pemerintah Papua selama 3hari. Dan ini adalah hari terakhir.












Entah mungkin gue yang terlalu lebay, pas gue lihat acara ini, gue lihat kebudayaan Papua yang masih kental banget, rasanya sedih. Sedih kalau budaya Indonesia seperti ini makin lama makin kegeser sama budaya barat yang masuk ke Indonesia.

Padahal, budaya asli Indonesia ini bisa menarik minat turis datang ke Indonesia. Misalnya; dengan mengadakan pameran kebudayaan besar seluruh Indonesia. Biar generasi tahun 2000-an buka mata, gak Cuma bisanya main gadget dan nongkrong di warnet main game online. Atau nongkrong dipinggiran sungai/mall Cuma buat ngeceng biar dibilang g4ho3l.

Gue rada kasihan ngeliat mereka yang masa kecilnya Cuma bisa dihabiskan didepan komputer atau main gadget. Atau anak-anak kecil yang sekarang ‘dicekokin’ sama lagu-lagu galau dewasa nan alay.

Dari 10 anak kecil, 9 diantara mereka hafal lagu-lagu dewasa dibandingkan lagu-lagu masa kecil seumuran mereka. Miris?

Program-program di televisi pun sekarang udah jarang yang memberi program yang mendidik anak-anak. Program tv sekarang lebih banyak condong ke acara Joget-joget ayan rame-rame yang diselipkan beberapa adegan saling bully. Jangan heran generasi sekarang walaupun masih kecil udah bisa ngebully sesama, lah orang diajarinnya di televisi begitu. Atau sinetron Indonesia tentang anak sekolahan tapi  isinya pembullyan semua.

Jangan salahin generasi sekarang yang udah banyak ngelawan orang tua, atau gak menghormati orang yang lebih tua. Karena mereka secara gak sengaja udah didoktrin sama acara-acara televisi yang isinya tidak mendidik seperti itu.

Yuk, bareng-bareng memperbaiki diri. Jangan buang sampah sembarangan, contohnya. Kurangin pemanasan global. Asal kalian tahu ya, es di kutub utara udah makin menipis. Makin panas aja suhu dibumi. Panasnya bumi aja udah gak kuat, gimana panasnya api neraka?

Kasihan loh, padahal Monas ini salah satu tempat bersejarah di Jakarta. Tapi, kebersihannya sangat gak terawat sama sekali. Gue gak sempet mau masuk ke dalam Monasnya, karena ngantri banget. Lagian juga gak bakal dapat pemandangan apa-apa kalau terlalu banyak orang.

Cukup jalan-jalan dikawasan Monasnya, mengenang masa kecil dulu sekalian olahraga jalan-jalan. Gue kangen pohon ceri yang masih rindang, yang dulu sering gue naikin Cuma buat duduk diatas pohon. Atau pohon buah maja yang pahit, yang sekarang makin gak ada buahnya.

Dulu waktu kecil, sering banget naik pohon ini. Alibinya mau ambil buah ceri, padahal cuma mau duduk diatas pohon.

Ini dia pohon berbuah Maja yang rasanya pahit.






Kembalikan Monumen Nasional seperti dahulu kala...

You May Also Like

2 comments

  1. yak itulah masa dimana rasa kepedulian terhadap lingkungan dan generasi penerus telah hilang . .
    Anyway acara kebudayan Indonesia yang langka kaya gitu kok kurang publikasi ya, sayang banget.

    ReplyDelete
  2. Daru dulu ke sana juga gak berubah -_-
    -----------------------------------------------------------------------------
    Salam kenal kawan :) --- Irfan Andriarto ---
    Kalau mau ng'blog sambil bisnis Daftar di sini broh, GRATIS ! Lumayan kok di sini Daftar

    ReplyDelete