JEJAK [1]
PROLOG
Malam adalah waktu terindah.
Bagi Alia, ia hanya dapat memandang indahnya kota Jakarta
saat malam tiba. Tanpa hiruk-pikuk desing suara riuh kendaraan atau percekcokan
sepele antar pengendara.
Malam benar-benar menampilkan keindahan kota Jakarta yang
sesungguhnya.
Lampu-lampu jalan ibu kota sangat cantik menghiasi jalanan
yang lengang. Ditambah dengan hiasan bintang di angkasa.
Saat hujan turun, Jakarta tetap indah.
Menikmati malam Jakarta dengan dinginnya hujan adalah waktu
terbaik bagi Alia.
Tapi...
Semua itu berubah tepat setelah malam itu.
Malam yang merubah seluruh hidupnya.
Cahaya berubah menjadi kelam. Sejuknya angin malam tidak
lagi ia rasakan.
Semua mendadak berubah. Bukan perlahan, tapi hanya dalam
hitungan detik.
Tepat setelah ia menjadi saksi kunci satu-satunya sebuah
tragedi pembunuhan.
Hidupnya diambang kematian.
Dan, waktu tak lagi berputar di jalan yang sama.
7.30 AM
I woke up with a fear this morning. But i can taste you on the tip of
my tongue. Alone without no warning. – Rita Ora, Your Song.
Drrrrt! Drrrrt!
Ponsel milik perempuan berambut panjang itu bergetar.
Sudah 30 menit yang lalu sejak alarm yang tidak juga ia
hiraukan. Ponsel itu terus bergetar. Menandakan sebuah panggilan masuk.
Di layar ponsel berukuran 4,5 inchi itu, terpampang sebuah
nama.
Dani calling...
Tapi, seolah enggan untuk mengangkat, perempuan yang masih
bergelut dengan selimut hangatnya itu tanpa menghiraukannya.
Ia mematikan panggilan masuk dan kembali tertidur pulas.
Satu jam pun berlalu, sinar matahari yang mulai masuk
melalui celah-celah jendela kamarnya tak dapat ia hindari.
Perlahan-lahan, mata perempuan itu terbuka.
“Aduh... siapa, sih, yang naro matahari deket jendela kamar
gue,” gerutunya.
Tangannya meraih sebuah jam kecil di atas nakas samping tempat
tidurnya. Dengan mata yang masih terlihat sipit, ia melihat jam dengan menahan
rasa kantuknya.
Pukul 07.30 AM.
“Oh, setengah delapan,” dengusnya pelan, lalu matanya
kembali terpejam.
Tak lama kemudian, mata perempuan itu terbelalak kaget.
“SETENGAH DELAPAN????!!!!!” teriaknya.
“Anjir! Gue kesiangan.”
Perempuan itu bergegas masuk ke kamar mandi tanpa
menghiraukan keadaan kamarnya yang sudah berantakan.
Tak butuh waktu lama seperti biasanya.
“Shit!,” umpat perempuan itu berkali-kali.
Ia meraih sepatu sneaker berwarna abu-abu yang tidak sempat
ditali, seraya menggenggam ponselnya untuk memesan taxi online.
“Pak, Jl. Dharmawangsa, ya.”
“Baik, Bu.”
Untungnya, ia tak perlu menunggu waktu lama untuk menunggu
taxi datang. Di dalam taxi, ia menggunakan waktunya untuk merias wajahnya
dengan sedikit bedak dan lipstick.
“Pak, buruan, ya. Sodara saya mau lahiran ini,” celetuknya.
“Ba-baik, Bu.”
Supir taxi online itu mengerutkan dahinya sejenak, lalu
melihat ke arah penumpangnya melalui kaca yang ada di depannya.
“Bu, kita gak ke Rumah Sakit? Kalo orang lahiran bukannya
harus di Rumah Sakit?”
Perempuan itu sedikit mendengus kesal,”Nggak. Dia lahiran di
kantor. Buruan, ya, Pak.”
Sang supir mengangguk bingung. Seraya menahan tawa.
Perempuan itu bisa mengelus lega dadanya, karena jalan yang
ia lalui tidak sedikit pun terhambat karena macet.
Sesampainya di depan kantor, ia segera bergegas turun dan
membayar.
“Pak, saya belom Ibu-Ibu, by the way.”
“Oh, i-iya, Kak. Maaf.”
Aduh, anak itu. Sempet-sempetnya...
“Woy, misi-misi, air panas, air panas,” teriak perempuan itu
seraya berlari menuju lift.
Semua mata yang melihat perempuan itu hanya tertawa geli.
Dan, perempuan itu sama sekali tidak menghiraukannya.
Sesampainya ia di lantai 9, perempuan itu memacu langkahnya untuk
segera masuk ke ruang meeting.
Dengan napas yang terengal-engal, akhirnya perempuan itu
tiba di sana. Disambut dengan tatapan bingung hingga tawa dari sebagian rekan
kerjanya.
“Ma-maaf, gue kesiangan.”
Perempuan itu duduk di kursi yang sudah disediakan untuknya.
Dani – Kapten tim, menatap perempuan berkalung name tag dengan tulisan Alia dengan
heran.
Merasa diperhatikan, perempuan itu bertanya,”Kenapa, sih?
Ada yang salah?”
Tawa geli sudah hampir memenuhi ruangan. Dan, Alia masih
menjadi satu-satunya orang yang belum sadar.
“Iya, iya, gue tau. Gue campers
viral yang lagi dibicarain
orang-orang sekarang. Tapi, yaudahlah biasa aja ngeliatnya. Kayak gak pernah
liat cewek cakep aja kalian,” celetuknya kepedean.
Dani menepuk dahinya. “Ya, coba lo ngaca deh sekarang.”
Alia berdecak kesal. Tapi, ia menuruti apa perintah Dani.
“Ih, kenapa sih. Emangnya gue –“
Betapa terkejutnya Alia saat ia melihat dirinya di balik
kaca. “Shit!”
Ups, Alia lupa
mengganti piyama tidurnya.
-
Namanya Alia.
Pekerjaannya adalah sebagai campers atau kameramen sebuah media nasional.
Memiliki hobi nonton drama Korea dan berimajinasi tentang
cowok-cowok Korea yang diidolakan.
Pekerjaan lainnya selain campers adalah mencari Dewi
keberuntungannya, agar ia bisa segera membangun rumah tangga goals ala ftv.
Atau, bisa juga, agar ia bisa terhindar dari kejadian
memalukan seperti ini, misalnya.
Note: kelanjutan part bisa dilihat di nanoki-nanoki.blogspot.co.id
Episode 2
Hallo, Readers...
Gue sama Dwi Nanoi lagi punya project bareng, yaitu: cerita bersambung.
Cerita akan diupdate per part secara bergantian di blog gue, juga Nanoki.
Judul: Jejak
Genre: Thriller
Author: Nika dan Nanoki
With love,
xx.
Episode 2
Hallo, Readers...
Gue sama Dwi Nanoi lagi punya project bareng, yaitu: cerita bersambung.
Cerita akan diupdate per part secara bergantian di blog gue, juga Nanoki.
Judul: Jejak
Genre: Thriller
Author: Nika dan Nanoki
With love,
xx.
3 comments
di part 1 ini masih belum ada konflik, tapi deskripsi ttg sifat alia udah keliatan. cerobohnya, keceriaannya.. hmmm... entah bagaimana lanjutannya mungkin di pa... ....
ReplyDelete*komennya kepotong di pasrt 2*
bener aja komentarnya kepotong, ada di sini.
DeleteAlia ini karakter yang menyenangkan, semoga tetap ketemu Alia yang ceria
Dear, Alia...
DeleteBanyak yg nungguin, nih.
xD