Second account – a secret instagram
Tuntutan dari kata aesthetic
kadang membuat social media menjauh dari alasan keberadaan sebenarnya. Social
media yang seharusnya menjadi tempat bebas berkekspresi, nyatanya malah jadi
menuntut kita untuk memiliki ‘topeng’ pribadi. Membuat masing-masing orang
dipaksa untuk membuat alter ego
mereka sendiri. Dan, finstagram
akhirnya menjawab semua.
Demi menjunjung kata aesthetic,
banyak orang yang akhirnya memilih untuk mem-feeds-kan instagram mereka agar kelihatan instagramable. Dari mulai cara yang membatasi postingan, misal;
satu kali upload per satu minggu atau bahkan satu bulan. Ada yang berpikir
ratusan kali sebelum upload foto. Ada yang harus repot-repot diedit agar foto
yang satu dengan yang lainnya selaras. Ada juga yang repot-repot harus
membersihkan foto di feeds instagram
mereka, lalu memposting ulang semuanya dengan pola tertentu.
Instagram dibuat dengan mudah. Tapi, kenapa penggunaannya
harus dibuat susah? Berbagai macam alasan yang dijunjung itulah akhirnya
melahirkan finstagram atau dalam
kamus urban disebut fake instagram
atau lebih dikenal sebagai second
account.
Tempat dimana kita bisa menjadi diri seutuhnya tanpa harus
perduli apa kata orang, tanpa harus mikir ratusan kali sebelum upload foto, tempat dimana bebas dari
pencitraan instagramable, tempat
dimana kita bisa share foto bangun
tidur tanpa make-up atau foto gebetan
dari jarak jauh, atau bahkan bergalau ria karena gebetan sudah punya pacar.
Alasan terkuat dengan adanya second account ini sendiri adalah, karena individu sudah tidak bisa
lagi menjadi dirinya sendiri di akun utama mereka.
Kenapa?
Mengejar kata aesthetic,
mostly.
Second account
juga bisa disebut sebagai path versi
mini. Dimana akun kedua ini bisa dibilang lebih eksklusif dibanding akun
pertama.
Pertama, privacynya
lebih dijaga. Gak sembarangan orang boleh follow,
kecuali orang-orang terdekat. Dan, itulah kenapa second account kebanyakan dilock.
Selain dilock, biasanya usernamenya juga aneh-aneh dan jauh dari
nama pengguna sebenarnya, misal; awqua, disambitbatu, akucintadiakamutidak,
nadanadarindu, bintangkejora, etc.
Kedua, hanya berisikan foto-foto yang tidak akan dilihat di
akun utama. Kalo di akun utama semua orang bisa melihat, bayangkan betapa ekskusifnya foto yang tidak semua orang
bisa melihatnya. Meskipun itu hanya foto bangun tidur masih ileran. Eits, meskipun finstagram, tetap ada batasan konten yang harus dishare, ya. Apalagi yang berbau ‘terlalu
pribadi’.
Dan, alasan ketiga dengan lahirnya finstagram adalah bertujuan sebagai akun stalker alias kepoin orang. Atau, kepo sama pacarnya mantan, perhaps?
“Ih, gila, pacarnya yang sekarang cakep dah.”
“Masa sih?”
“Iya. Gue ragu, kayaknya dia dipelet.”
Selain itu, fenomena yang juga sedang on dewasa ini adalah; menghapus berbagai foto lama atau
mengarsipkan foto untuk menjaga kata aesthetic
itu sendiri. Atau, memfollow orang,
lalu mengunfollownya lagi, dengan
tujuan; agar following lebih banyak
dari followers biar keliatan ‘laku’
atau ‘selebgram banget’.
“Kak, upload foto dong.”
“Nanti ya, Dek.”
“Kenapa?”
“Kalo asal upload, nanti gak sesuai feeds.”
Memang, adalah hak segala individu untuk membuat tampilan
instagramnya terlihat menarik. Dan, akhirnya, kita pun harus mengakui bahwa
keberadaan alter ego zaman sekarang
bukan lagi hal yang tabu, namun ia bahkan hadir karena memang dilahirkan secara
sengaja.
Alter ego versi
instagram; tampil sebagai pribadi yang suka menjadi pusat perhatian dan pribadi
yang apa adanya tanpa perduli filter dan kontras cahaya difotonya.
Bukan cuma soal aesthetic,
tapi juga karena adanya fake personality
yang bikin kita ‘tidak jadi diri sendiri’. Dimana ada orang yang selalu komen
baik di social media, tapi justru bersikap kebalikannya di dunia nyata.
Maksudnya? Berbagai nyinyiran atas apa yang orang lain posting, yang mana itu bukan wilayah kekuasan mereka untuk
berkomentar.
Social media: Cantik ihhhh.
Realita: Liat tuh si A, sok eksis banget upload mulu. Mana
gayanya sok cantik.
Kekuatan social media bukan hanya menyita waktu, tapi juga
menjadikan masing-masing penggunanya merasa berhak untuk berkomentar dan
menghakimi hidup orang lain.
Lantas, salahkah dengan memiki finstagram atau second
account? Nggak, sama sekali nggak. Cuma, sangat disayangkan aja kalo
akhirnya social media pun terbagi dengan mengkotak-kotakkan kehidupan yang
dibuat oleh individu itu sendiri.
At the end, cuma
mau pesen untuk para pengguna finstagram.
Gunakanlah second account sesuai
dengan alasan sebenarnya; menjadi diri sendiri. Jangan digunakan untuk
menyebarkan kebencian di akun social media orang lain.
Ingat, satu buah kebencian yang kamu tanamkan, akan
melahirkan kebencian-kebencian lain yang tidak bisa kamu kendalikan.
Kepo, boleh.
Nyinyir, jangan.
1 comments
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete