Second account – a secret instagram

by - 9:45 AM


Tuntutan dari kata aesthetic kadang membuat social media menjauh dari alasan keberadaan sebenarnya. Social media yang seharusnya menjadi tempat bebas berkekspresi, nyatanya malah jadi menuntut kita untuk memiliki ‘topeng’ pribadi. Membuat masing-masing orang dipaksa untuk membuat alter ego mereka sendiri. Dan, finstagram akhirnya menjawab semua.

Demi menjunjung kata aesthetic, banyak orang yang akhirnya memilih untuk mem-feeds-kan instagram mereka agar kelihatan instagramable. Dari mulai cara yang membatasi postingan, misal; satu kali upload per satu minggu atau bahkan satu bulan. Ada yang berpikir ratusan kali sebelum upload foto. Ada yang harus repot-repot diedit agar foto yang satu dengan yang lainnya selaras. Ada juga yang repot-repot harus membersihkan foto di feeds instagram mereka, lalu memposting ulang semuanya dengan pola tertentu.

Instagram dibuat dengan mudah. Tapi, kenapa penggunaannya harus dibuat susah? Berbagai macam alasan yang dijunjung itulah akhirnya melahirkan finstagram atau dalam kamus urban disebut fake instagram atau lebih dikenal sebagai second account.

Tempat dimana kita bisa menjadi diri seutuhnya tanpa harus perduli apa kata orang, tanpa harus mikir ratusan kali sebelum upload foto, tempat dimana bebas dari pencitraan instagramable, tempat dimana kita bisa share foto bangun tidur tanpa make-up atau foto gebetan dari jarak jauh, atau bahkan bergalau ria karena gebetan sudah punya pacar.

Alasan terkuat dengan adanya second account ini sendiri adalah, karena individu sudah tidak bisa lagi menjadi dirinya sendiri di akun utama mereka.

Kenapa?

Mengejar kata aesthetic, mostly.

Second account juga bisa disebut sebagai path versi mini. Dimana akun kedua ini bisa dibilang lebih eksklusif dibanding akun pertama.

Pertama, privacynya lebih dijaga. Gak sembarangan orang boleh follow, kecuali orang-orang terdekat. Dan, itulah kenapa second account kebanyakan dilock. Selain dilock, biasanya usernamenya juga aneh-aneh dan jauh dari nama pengguna sebenarnya, misal; awqua, disambitbatu, akucintadiakamutidak, nadanadarindu, bintangkejora, etc.

Kedua, hanya berisikan foto-foto yang tidak akan dilihat di akun utama. Kalo di akun utama semua orang bisa melihat, bayangkan betapa ekskusifnya foto yang tidak semua orang bisa melihatnya. Meskipun itu hanya foto bangun tidur masih ileran. Eits, meskipun finstagram, tetap ada batasan konten yang harus dishare, ya. Apalagi yang berbau ‘terlalu pribadi’.

Dan, alasan ketiga dengan lahirnya finstagram adalah bertujuan sebagai akun stalker alias kepoin orang. Atau, kepo sama pacarnya mantan, perhaps?

“Ih, gila, pacarnya yang sekarang cakep dah.”
“Masa sih?”
“Iya. Gue ragu, kayaknya dia dipelet.”

Selain itu, fenomena yang juga sedang on dewasa ini adalah; menghapus berbagai foto lama atau mengarsipkan foto untuk menjaga kata aesthetic itu sendiri. Atau, memfollow orang, lalu mengunfollownya lagi, dengan tujuan; agar following lebih banyak dari followers biar keliatan ‘laku’ atau ‘selebgram banget’.

“Kak, upload foto dong.”
“Nanti ya, Dek.”
“Kenapa?”
“Kalo asal upload, nanti gak sesuai feeds.”

Memang, adalah hak segala individu untuk membuat tampilan instagramnya terlihat menarik. Dan, akhirnya, kita pun harus mengakui bahwa keberadaan alter ego zaman sekarang bukan lagi hal yang tabu, namun ia bahkan hadir karena memang dilahirkan secara sengaja.

Alter ego versi instagram; tampil sebagai pribadi yang suka menjadi pusat perhatian dan pribadi yang apa adanya tanpa perduli filter dan kontras cahaya difotonya.

Bukan cuma soal aesthetic, tapi juga karena adanya fake personality yang bikin kita ‘tidak jadi diri sendiri’. Dimana ada orang yang selalu komen baik di social media, tapi justru bersikap kebalikannya di dunia nyata. Maksudnya? Berbagai nyinyiran atas apa yang orang lain posting, yang mana itu bukan wilayah kekuasan mereka untuk berkomentar.

Social media: Cantik ihhhh.
Realita: Liat tuh si A, sok eksis banget upload mulu. Mana gayanya sok cantik.

Kekuatan social media bukan hanya menyita waktu, tapi juga menjadikan masing-masing penggunanya merasa berhak untuk berkomentar dan menghakimi hidup orang lain.

Social media lebih kejam dari macetnya Jakarta, ternyata.

Lantas, salahkah dengan memiki finstagram atau second account? Nggak, sama sekali nggak. Cuma, sangat disayangkan aja kalo akhirnya social media pun terbagi dengan mengkotak-kotakkan kehidupan yang dibuat oleh individu itu sendiri.

At the end, cuma mau pesen untuk para pengguna finstagram. Gunakanlah second account sesuai dengan alasan sebenarnya; menjadi diri sendiri. Jangan digunakan untuk menyebarkan kebencian di akun social media orang lain.

Apalagi sampe nyinyirin pacarnya gebetan

Ingat, satu buah kebencian yang kamu tanamkan, akan melahirkan kebencian-kebencian lain yang tidak bisa kamu kendalikan.

Kepo, boleh.
Nyinyir, jangan.




You May Also Like

1 comments