Saksi
I was born in a thunderstorm. I grew up
overnight
I played alone. I played on my own
I survived. – Sia, Alive
“Menyerahkan diri?” ucap Brigitta dan Dani secara bersamaan.
Alia mengangguk.
“Ma-maksud lo... Lo bakal bersaksi gitu?”
“Iya, Bergetar.”
“Jadi, bukti rekamannya ada di...”
Alia membenahi posiisi duduknya. “Gue udah mikir semaleman
soal ini. Gue udah yakin banget buat bersaksi.”
Brigitta dan Dani menoleh secara bersamaan. Mereka
bertatapan.
“Gue juga gak akan rela kalo pembunuhnya masih berkeliaran
bebas di luar sana,” suara Alia memang terdengar meyakinkan. “Dengan ini, gue
bisa membongkar siapa pembunuhnya.” Alia mengunjukkan sebuah CD berwarna putih
bertuliskan ‘Rahasia’.
“Tapi, kalo keselamatan lo terancam, gimana?”
Alia mengangkat kedua bahunya.
“Yang penting, gue pengen kasus ini segera terungkap.”
Dani menyeruput kopi hitamnya sambil menghela napas,”Kapan
lo mau menyerahkan diri?”
“Hari ini.”
Alia menghela napasnya kasar,”Hari ini adalah hari sidang
lanjutan kasus ini.”
“Oh, iya, gue denger juga karena ada saksi lain makanya
akhirnya sidang ini dibuka lagi,” respon Brigitta.
Allia mengangguk.
Perempuan itu juga sibuk merapikan barang-barang yang ia
butuhkan untuk dibawa ke dalam tasnya, termasuk CD penting yang akan menjadi
hidup dan matinya. “Jadi, Dani, lo bisa ngasih gue waktu free buat menyelesaikan ini, ‘kan?”
Dani memutar matanya, lalu ia mengangguk. “Gue anter, Ya.”
Alia mengangguk, menerima tawaran Dani. Jarang-jarang
atasannya itu berbaik hati padanya. Jadi, ketika ada kesempatan untuk menerima
kebaikan laki-laki yang selalu jutek padanya itu, Alia tidak ingin
menyia-nyiakannya.
“Bentar, ya, gue ke toilet dulu,” ujar Alia dengan cepat
meninggalkan ruangan meeting,
meninggalkan Dani dan Brigitta yang sama-sama diselimuti kerisauan.
-
Hari ini cerah, tapi tidak secerah biasanya. Awan yang cerah
itu bahkan bisa saja membawa petir di dalamnya. Seperti Alia, saat ini ia
gundah dan bimbang dalam waktu bersamaan.
Meskipun ia begitu diselimuti oleh ketakutan, ia juga harus
memantapkan dirinya berkali-kali untuk maju sebagai saksi.
Bagaimanapun, kebenaran harus terungkap, bukan?
Alia juga penasaran dengan orang yang menyebut dirinya
saksi.
Kenapa baru muncul
sekarang?
Mendekati tempat sidang, jalanan mulai ramai. Begitu
banyaknya orang yang datang demi melihat kebenaran. Alia semakin memantapkan
niatnya.
Namun, kebenaran tidak begitu saja terungkap dengan cara
mulus. Kadang, kebenaran harus melewati jalan terjal dan berjurang untuk dapat
diungkapkan.
Dan, segala kemungkinan itu, hanya akan terjadi sesaat
setelah Alia menginjakkan kakinya di ruang sidang.
Perempuan itu melongo saat kedua matanya menangkap sosok
laki-laki yang waktu itu ia temui. Laki-laki yang menyebut Alia sebagai
pembunuh.
“Di-dia?” Alia menelan ludah kering, dan lututnya bergetar
hebat. Bagaimana tidak, baru saja ia menginjakkan kakinya ke ruang sidang,
laki-laki yang duduk di kursi saksi sudah mengacungkan jari telunjuknya ke arah
Alia.
Membuat semua pasang mata yang ada langsung tertuju ke Alia
yang berdiri mematung.
Perempuan itu kembali harus mengumpulkan keberaniannya
setelah menghembuskan napas berkali-kali.
“Lo punya bukti apa kalo gue pembunuhnya?” teriak Alia
dengan lantang.
“Gue ngeliat lo malem itu,” balas Pras. “Lagian, lo dateng
kesini buat nyerahin diri, ‘kan?”
Alia tertawa sinis.
“Cuma karena lo ngeliat gue, terus apa itu bisa dijadiin
bukti? Kalo gitu, bisa aja dong banyak orang yang ngaku ngeliat orang lain
terus nuduh sebagai tersangka,” bela Alia.
Pras terdiam.
Hakim mengetuk palunya untuk mengambil alih keadaan.
“Saudara Pras, bukti yang Anda punya masih kurang kuat. Ada
bukti lain?” tanya Hakim.
Pras menggeleng. Lalu, dengan cepat ia teringat
sesuatu,”Gimana kalo cek CCTV?”
Alia berdecak kesal,”Lo pikir pihak penyidik bego apa gak
kepikiran kesitu. Lo saksi gadungan, ya? Gak ngikutin beritanya? CCTV di TKP
semuanya mati. Kalo nyala, udah dari kemarin mereka nangkep pembunuhnya.”
Pras menoleh kesal.
“Sidang ini akan ditutup sampai ada bukti lanjutan yang bisa
menguatkan.”
“Eh, tunggu,” Alia berteriak tepat satu detik sebelum Hakim
menutup sidang. “Saya...”
Pras memandangi Alia dengan sinis. Perempuan itu kembali
menarik napasnya berat,”Saya mau bersaksi.”
Seluruh orang yang berada dalam ruang sidang berbisik riuh.
Suasana semakin tidak terkendali.
“Harap tenang!” ucap sang Hakim, yang kemudian bangku saksi
pun berganti dari Pras menjadi Alia.
“Bukti apa yang kamu punya?”
Alia mengeluarkan sebuah CD putih yang ia bawa. “Ini.”
Semua orang terkejut. Termasuk, Pras.
“Ini adalah bukti rekaman pembunuhan yang gak sengaja saya
rekam.”
“Kok bisa lo rekam?” celetuk Pras tanpa berdosa.
Alia menoleh ke arah Pras, lalu mengabaikan laki-laki itu.
“Saya adalah kameramen dari TV Swasta. Saya tinggal di tempat yang sama dengan
TKP. Waktu saya mendengar ada keributan di apartment
sebelah saya, saya memutuskan untuk mencari tahu. Tapi, yang saya lihat adalah,
korban sudah disiksa dengan kejam oleh pembunuh. Sontak, saya mengarahkan
kamera saya dan merekam semua kejadian itu. Karena takut, saya pun melarikan
diri. Butuh waktu bagi saya untuk mengumpulkan keberanian jadi saksi.”
Pras masih tidak percaya.
Lalu, petugas jalannya persidangan mengambil CD yang tengah
dipegang Alia.
“Jadi, ini berisikan bukti kejadian?”
“Iya,” Alia mengangguk yakin.
Hakim pun memberi isyarat untuk memutar hasil rekaman yang
diajukan sebagai bukti.
Tapi, apa yang dilihat ternyata berbeda.
“Mau kemana kita
sekarang? Ayo sebut yang lebih keras. Aku tidak mendengarmu.”
Alia menggigit bibirnya dengan linangan airmata di matanya.
“Dora the explorer?”
tanya Hakim. “Apa kamu mau bermain-main dengan hukum?”
“Dang!” Pras
bersorak gembira. “Dasar penipu.”
Alia bingung setengah mati.
Kenapa isinya jadi CD
Dora? Padahal gue udah yakin banget kalo gue udah mindahin datanya ke CD itu.
Atau, ada yang menukarnya? Tapi, siapa?
Palu dipukul sebanyak tiga kali. Menandakan persidangan
ditutup.
Pras masih menatap Alia dengan geram. Sedangkan, Alia
menatap Pras dengan kebimbangan di matanya.
“Jadi, ada dua orang
yang perlu diberesin biar jejak gue gak terungkap?” batin seorang laki-laki
yang sejak tadi mengikuti jalannya persidangan seraya menyunggingkan senyumnya.
3 comments
Sampai part 3 saya curiga ama Dani. Tapi kalo emang iya alia merekam, harusnya dia kenal ama dani. Taoi alia selow aja ketemu dani. Jadi mungkin pembunuhnya nggak dikenal alia. Dugaan terbesar mengarah ke Fathur skrg.
ReplyDeleteAyo tebak ayo... Hehe
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete