The Great Gatsby: Perfect Imperfection.
Berbicara tentang cinta gak akan pernah ada habisnya. Sampe ada
ungkapan bodoh bagi orang-orang yang mengabdikan hidupnya atas nama cinta.
Semua pun dilakukan demi cinta. Demi mewujudkan mimpi dan
harapan bersama ia yang dicintai.
Sebut saja Jay Gatsby, seorang pria miskin yang jatuh cinta
dengan perempuan kaya. Ambisinya adalah mengubah takdir hidupnya. Tapi, segala
usaha ambisiusnya lenyap seketika saat ia mengenal cinta.
“Seseorang sepertiku
tidak boleh merasakan jatuh cinta,” katanya.
Segala cara dan usaha ia lakukan untuk cintanya. Hingga ia
dihadapkan dengan takdir yang mengharuskannya berpisah sementara oleh sang
cinta untuk pergi berperang.
Daisy, namanya. Satu-satunya cinta yang Gatsby bawa hingga
akhir hidupnya.
Waktu demi waktu, Daisy menunggu Gatsby kembali dari
perangnya. Namun, sebuah kabar datang menghancurkannya. Dan, Gatsby tidak
kunjung tiba menjemputnya.
Menunggu tanpa kepastian itu memang melelahkan, bukan? Seperti
menggantungkan mimpimu pada sebuah tali tipis pada langit-langit harapan. Terombang-ambing
terhembus sang angin. Hanya perlu menunggu waktu hingga sang tali terputus dan
jatuh.
Daisy akhirnya menikah dengan Tom. Lima tahun berpisah
dengan Gatsby, semesta membentuk Daisy jadi pribadi yang baru. Dari seorang
perempuan yang sama sekali tidak mencintai suaminya, hingga ia berubah jadi
istri yang begitu mencintai suaminya.
Sayangnya, sosok Tom tidak jauh lebih baik dari Gatsby. Meski
Gatsby melakukan banyak kejahatan untuk mendapatkan uang dan memiliki harta
yang berlimpah demi pantas bersanding dengan Daisy. Tapi, Tom, justru tidak pernah
bersyukur atas apa yang ia punya di hidupnya.
Memiliki seorang pendamping tidaklah cukup baginya. Tom
berselingkuh dengan perempuan lain. Daisy tau, tapi ia memaafkan dan terus
bertahan.
“Cantik tapi bodoh.” Begitu
ungkapan Daisy.
Tapi, bukan ‘kah cinta selalu memaafkan? Atau, cinta memang
terlalu buta untuk menerima kenyataan?
Kenyataan bahwa Daisy sudah menjadi milik orang lain.
Di suatu hari yang tidak pernah diduga, Daisy kembali
bertemu dengan cinta lamanya, Gatsby. Memperjuangkan Daisy sebagai bagian dari
mimpi-mimpinya. Berusaha menembus takdir yang sudah dibuat semesta.
Gatsby, laki-laki miskin yang berjuang untuk menaikkan
kastanya agar bisa menikahi orang yang ia cintai. Laki-laki yang berjuang
melakukan apapun untuk kembali dengan sang cinta. Bahkan, rela memandang
cintanya digandeng laki-laki lain dengan harapan dapat merebutnya kembali.
Tidak mudah untuk hidup bertentangan dengan semesta. Gatsby berjuang
untuk sang cinta. Tanpa ia sadari, bahwa sang cinta sudah berpaling ke orang
lain.
Merasa berhak atas cinta Daisy, Gatsby pun meminta Daisy
untuk meninggalkan Tom.
Gatsby lupa, celah yang terbentang di antara mereka telah diisi
oleh sosok Tom di hidup Daisy. Ambisi Gatsby teramat besar. Cintanya juga sungguh
besar. Tapi, cinta yang besar tidak bisa berjuang jika hanya sendiri, kan?
Pada akhirnya, Gatsby meninggal tanpa ada satu pun cinta di
sampingnya. Ia meninggal dengan membawa kesalahan Daisy yang ia tutupi dari dunia.
Di mana Daisy yang ia perjuangkan?
Di mana Daisy yang ia harapkan?
Di mana Daisy yang merupakan bagian dari mimpi kehidupannya?
Daisy seolah acuh dan tutup telinga tanpa mau perduli lagi
dengan Gatsby.
Seharusnya Gatsby sadar, bahwa cintanya bukan lagi miliknya.
Seharusnya Gatsby berhenti melangkah, untuk meraih apa yang
tidak mungkin jadi miliknya.
Seharusnya Gatsby berhenti merangkai mimpi seolah itu akan
jadi kenyataan.
Iya, seharusnya...
Lagi-lagi, cinta selalu menang atas segalanya.
Menang untuk membuat orang buta dan tidak berdaya. Tunduk pada
cinta yang selalu menjanjikan kebahagiaan. Tanpa pernah mau sadar, bahwa cinta
juga bisa membawa kehancuran.
Sebuah ungkapan pernah melintas di telinga. Bunyinya begini:
semua orang itu pintar, hingga pada saatnya mereka mengenal cinta.
Rate: 8.5/10
1 comments
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete