JKT I'm (still) in love!
Hidup di sebuah kota yang ruwet disetiap harinya, kadang membuat jiwa
dan pikiran kita membawa aura negative. Terkadang, orang yang hidup di kota
maju, yang setiap hari dipusingkan oleh ramainya jalanan dan suasananya yang
tidak pernah damai, perlu untuk merefresh dirinya sejenak.
Menjauhi riweuhnya jalanan kota Jakarta.
Menjauhi bisingnya suara jalanan kota Jakarta.
Dan, menjauhi keramaian kota Jakarta.
Gue mencoba untuk merefresh kembali jiwa, raga, dan pikiran gue yang
mulai kacau.
Jakarta; Kota yang selalu gue harap bisa menjadi Kota dambaan setiap
orang yang datang. Kota yang selalu gue rindukan tiap kali pergi jauh. Dan,
kota yang gue tinggali belasan tahun.
Tapi, Jakarta yang sekarang bukan lagi Kota yang ramah pada setiap
pendatang.
Jakarta yang sekarang berubah menjadi sebuah Kota dengan segudang
masalah yang tak kunjung selesai.
Jalanannya yang macet, banjir disudut kota, belum lagi tindak kriminal yang
semakin merajalela.
Meski begitu, kota ini lah yang menjadi saksi gimana gue tumbuh dari nol
sampe sekarang.
Mungkin gue memang bukan penduduk Jakarta asli, tapi gue tumbuh dan
besar disini, dan ber KTP domisili Jakarta.
And, I’m still in love with this traffic city. Meski kadang kemacetannya
yang memusingkan, bahkan sampai kata-kata kasar pengguna jalan sering gue
dengar, gue tetep cinta sama kota ini.
Kemacetan Jakarta yang akhir-akhir bulan puasa lalu semakin menjadi. Membuat
pikiran gue kacau. Makin males jalan kemana-mana. Karena mau jalan jam
berapapun pasti bakal kejebak macet.
Sampe akhirnya, gue ada waktu senggang untuk memisahkan diri dari
suasana ramainya kota yang megah ini.
Selama 7 hari gue mudik a.k.a
pulang kampung; ke Lampung lebih tepatnya. Dengan menyusuri jalanan Jakarta
pada malam hari. Gue melihat sudut demi sudut kota yang selalu sibuk ini. Satu-satunya
waktu dimana kota ini bisa tenang dan damai adalah ketika malam hari. Lampu gedung
dan lampu jalanan yang menghiasi malam. Sangat indah. Satu hal yang harus
kalian tahu, dibalik ruwetnya aktivitas Kota Jakarta, ada saat dimana kota ini
menciptakan suasana yang amat sangat nyaman dan indah untuk dipandang.
Singkat cerita, gue tiba di salah satu kota paling ujung bawah pulau
sebrang Jawa.
Lampung.
Daerah yang masih dipenuhi dataran tinggi dinding gunung yang dipenuhi
dengan pepohonan yang membentuk hutan. Jalanan kecil yang dikelilingi oleh
hutan-hutan kecil.
Jelas suasana yang gue dapet disini sangat berbeda pada saat gue ada di
Jakarta. Suasana yang tenang jauh dari keramaian kota. Hamparan laut pelabuhan
bakauheni yang menyita perhatian saat itu. Pemandangan pepohonan sepanjang
jalan. Sampai, hijaunya sawah yang membentang.
Setidaknya, dalam waktu singkat ini, gue pergunakan sebaik-baiknya
dengan menikmati liburan disini. Ya walaupun pas sampe sini provider eXeL gue
gak dapet sinyal dan harus ganti dengan Simpatik, at least gue tetep bisa menikmati suasana desa sambil tetep “jalan-jalan”
di social media.
7 hari mungkin waktu yang singkat untuk menikmati liburan. Tapi, dalam
waktu sesingkat itu, gue bisa mengembalikan segala ide gila diotak gue yang
mulai ketutup stres, dan mengumpulkan jiwa & raga gue yang udah mulai
melayang di awang-awang gak jelas arahnya.
Mencoba untuk menata kembali pikiran gue yang sempet kacau beberapa hari
belakangan ini.
Bahkan, disaat gue lagi mau menikmati liburan ini, gue kangen sama kota
yang penuh dengan keriweuhan itu. Gue merindukan ibukota yang diisi dengan
segudang masalah itu. Gue kangen Jakarta. Dan, kamu…
Memang benar apa kata pepatah; Rumput tetangga kadang memang tampak
menggiurkan, tapi tetap lebih enak rumput sendiri.
Bermil-mil jauhnya jarak, ditengah hamparan pemandangan yang indah, dan
gue disini tetep merindukan Jakarta.
Mungkin ini tulisan gue yang kesekian yang gue tulis tentang Jakarta. Kenapa
harus selalu Jakarta? Karena gue peduli sama Jakarta, makanya selalu gue ingetin
buat kalian, yuk bareng-bareng jaga kota tercinta ini.
Gak mau kan kalo kota Jakarta dibilang sebagai kota yang tidak layak
huni lagi karena makin kejam dan kerasnya lingkungan Jakarta?
Gak mau kan ibukota Indonesia pindah tempat Cuma gara-gara Jakarta yang
makin macet dan selalu banjir?
Gue emang gak hidup disaat Jakarta ditahun 90an. Tapi gue yakin, saat
itu, Jakarta adalah kota yang ramah dan didambakan setiap orang.
Saat ini, gue gak muluk-muluk minta perubahan Jakarta, gue mau lihat
Jakarta yang ramah lagi. Yang gak banyak memakan korban jiwa disetiap jalanan
ibukota. Yang gak banyak jadi tempat pembuangan sampah liar. Dan, jadi kota
yang layak disebut sebagai Ibukota Indonesia.
At the end, gue mau pesen buat kalian yang mudik; jangan
bawa saudara lagi ya kesini, Jakarta udah penuh men. Kalo bisa diukur, oksigen
bersih mungkin pada berebut menghirupnya.
Dan. Buat kalian para penggemar batu. Wajib dateng ke Lampung. Disana banyak
bahan bisa diolah jadi batu.
Ini oleh oleh buat kalian dari sebrang pulau Jawa. Gak seberapa memang,
tapi kepuasaan hati tersendiri liat pemandangan yang gak pernah kalian lihat di
Ibukota.
0 comments