#HBDJKT488 : Save Jakarta.
Hidup di Jakarta itu
harus punya fisik sekuat besi dan berhati baja. Hidup di kota besar itu gak
gampang. Belum lagi dengan segudang permasalahannya yang berimbas ke penduduk
kotanya.
Kalau Cuma mikir
datang ke Jakarta mau coba peruntungan nasib atau mau mengadu nasib. Duh! Mending
gak usah lah.
Kalau datang dengan
segudang keterampilang ya gak apa-apa. Yang penting dia ada usaha untuk
bertahan hidup alias bekerja keras.
Tapi, kalau datang ke
Jakarta tanpa ada keterampilan apa-apa dan berharap bahkan menggantungkan
kehidupan ditangan dan belas kasihan orang lain. Mending gak usah.
Jakarta udah sempit. Bukan
Cuma sempit, tapi makin banyak pengangguran. Kalau hidup di Jakarta Cuma biar
dibilang gaul jadi anak kota, mending gak usah sama sekali menginjakkan kaki di
Ibukota dengan niat kayak gitu.
Jadi gaul itu bukan
mereka yang hidup di Kota besar. Tapi, mereka yang bisa menghidupi diri mereka
sendiri, berdiri diatas kaki sendiri untuk bertahan hidup. Tanpa mengharapkan
belas kasihan tangan orang lain.
Buang jauh-jauh mindset: mengadu nasib di Kota
Jakarta, jadi anak gaul Jakarta, dan segala hal yang pikirannya sempit.
Hidup di Kota Jakarta
justru malah tambah besar biaya hidupnya.
Jangan Cuma tergiur
dengan keindahan Kotanya aja. Tapi, berfikir gimana caranya bersaing diantara
banyaknya pekerja keras yang mau bertahan demi mencari sesuap nasi.
Sorry to say, tapi setiap tahun; sehabis lebaran, terutama. Penduduk yang datang ke
Jakarta makin banyak. Bukan gue gak punya hati atau nilai kemanusiaan. Tapi,
buat apa datang kalau gak punya cara bertahan hidup untuk diri sendiri?
Apa mau terus menerus
hidup di Jakarta dengan mengemis belas kasihan orang lain?
Sometimes, mungkin kita memang butuh belas kasihan orang. Tapi, itu pun harus
pada titik terendah kita dalam berusaha. Ketika lo udah berusaha sepenuh hati
dengan apapun yang lo bisa, disaat itu lo boleh pasrah dengan keputusan Tuhan
dan sedikit meminta pertolongan orang lain.
Meminta dengan
mengemis belas kasihan orang lain itu dalam arti yang berbeda.
Coba lihat. Udah berapa
banyak nyawa yang hilang diemperan Kota Jakarta?
It’s mean, Kota ini
udah dalam batas maksimumnya menampung orang-orang yang mau hidup didalamnya.
Kalau kalian jadi
penduduk Jakarta yang menjaga kebersihan dan merawat lingkungan, mungkin
seberapa banyak pun penduduknya, it’s oke.
Tapi, faktanya,
semakin banyak penduduk yang tinggal di Jakarta. Semakin rusak lingkungan Jakarta.
Semakin kotor. Bahkan, semakin tak terawat.
Salah siapa? Pemerintah?
Banjir salah pemerintah? Kebakaran salah pemerintah? Banyaknya pengangguran
salah pemerintah? Semua aja salah pemerintah, sampe kita lupa yang namanya
kesadaran diri.
Pemerintah itu Cuma badan
yang mengawasi jalannya pemerintahan demi kenyamanan bersama. Salah satu factor
yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan hidup di Jakarta adalah KITA
SENDIRI!
Kalau gak mau banjir,
ya jangan buang sampah sembarangan. Gak mau kebakaran, ya jangan sembrono
memasang alat instalasi listrik. Gak mau pengangguran, jangan maksain diri buat
datang dan hidup di Jakarta tanpa ada perencanaan matang.
Semua gak akan terjadi
kalau penduduk Jakarta sadar akan semua itu. Kalian tahu, dibagian sudut
Jakarta sebelah mana yang gak ada kata macet? Gak ada. Hampir semua sudut
Jakarta dipenuhi sama yang namanya kemacetan.
488 tahun umur Jakarta
sekarang. Tapi, bukan malah semakin baik, justru kebalikannya.
Yang bisa
menyelamatkan kota Jakarta, yaitu: kita sendiri.
Yang bisa merawat kota
Jakarta, yaitu: kita sendiri.
Seuntai surat cinta untuk seluruh penduduk Jakarta ini gue tulis. Agar kita semua: termasuk gue, bisa lebih menjaga dan mencintai lingkungan Jakarta. Bukan malah merusaknya.
Save Jakarta for better place!
Jakarta rindu oksigen
bersih. Jakarta rindu damainya lalu lintas. Dan, Jakarta rindu pohon.
Happy
Birthday Jakarta ke-488!
#HBDJKT488
Dari: Blogger sekaligus amatir writer yang mencintaimu, Jakarta.
0 comments