#HBDJKT488 : Save Jakarta.

by - 7:36 PM




Hidup di Jakarta itu harus punya fisik sekuat besi dan berhati baja. Hidup di kota besar itu gak gampang. Belum lagi dengan segudang permasalahannya yang berimbas ke penduduk kotanya.

Kalau Cuma mikir datang ke Jakarta mau coba peruntungan nasib atau mau mengadu nasib. Duh! Mending gak usah lah.

Kalau datang dengan segudang keterampilang ya gak apa-apa. Yang penting dia ada usaha untuk bertahan hidup alias bekerja keras.

Tapi, kalau datang ke Jakarta tanpa ada keterampilan apa-apa dan berharap bahkan menggantungkan kehidupan ditangan dan belas kasihan orang lain. Mending gak usah.

Jakarta udah sempit. Bukan Cuma sempit, tapi makin banyak pengangguran. Kalau hidup di Jakarta Cuma biar dibilang gaul jadi anak kota, mending gak usah sama sekali menginjakkan kaki di Ibukota dengan niat kayak gitu.

Jadi gaul itu bukan mereka yang hidup di Kota besar. Tapi, mereka yang bisa menghidupi diri mereka sendiri, berdiri diatas kaki sendiri untuk bertahan hidup. Tanpa mengharapkan belas kasihan tangan orang lain.

Buang jauh-jauh mindset: mengadu nasib di Kota Jakarta, jadi anak gaul Jakarta, dan segala hal yang pikirannya sempit.

Hidup di Kota Jakarta justru malah tambah besar biaya hidupnya.

Jangan Cuma tergiur dengan keindahan Kotanya aja. Tapi, berfikir gimana caranya bersaing diantara banyaknya pekerja keras yang mau bertahan demi mencari sesuap nasi.

Sorry to say, tapi setiap tahun; sehabis lebaran, terutama. Penduduk yang datang ke Jakarta makin banyak. Bukan gue gak punya hati atau nilai kemanusiaan. Tapi, buat apa datang kalau gak punya cara bertahan hidup untuk diri sendiri?

Apa mau terus menerus hidup di Jakarta dengan mengemis belas kasihan orang lain?

Sometimes, mungkin kita memang butuh belas kasihan orang. Tapi, itu pun harus pada titik terendah kita dalam berusaha. Ketika lo udah berusaha sepenuh hati dengan apapun yang lo bisa, disaat itu lo boleh pasrah dengan keputusan Tuhan dan sedikit meminta pertolongan orang lain.

Meminta dengan mengemis belas kasihan orang lain itu dalam arti yang berbeda.

Coba lihat. Udah berapa banyak nyawa yang hilang diemperan Kota Jakarta?

It’s mean, Kota ini udah dalam batas maksimumnya menampung orang-orang yang mau hidup didalamnya.

Kalau kalian jadi penduduk Jakarta yang menjaga kebersihan dan merawat lingkungan, mungkin seberapa banyak pun penduduknya, it’s oke.

Tapi, faktanya, semakin banyak penduduk yang tinggal di Jakarta. Semakin rusak lingkungan Jakarta. Semakin kotor. Bahkan, semakin tak terawat.

Salah siapa? Pemerintah? Banjir salah pemerintah? Kebakaran salah pemerintah? Banyaknya pengangguran salah pemerintah? Semua aja salah pemerintah, sampe kita lupa yang namanya kesadaran diri.

Pemerintah itu Cuma badan yang mengawasi jalannya pemerintahan demi kenyamanan bersama. Salah satu factor yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan hidup di Jakarta adalah KITA SENDIRI!

Kalau gak mau banjir, ya jangan buang sampah sembarangan. Gak mau kebakaran, ya jangan sembrono memasang alat instalasi listrik. Gak mau pengangguran, jangan maksain diri buat datang dan hidup di Jakarta tanpa ada perencanaan matang.

Semua gak akan terjadi kalau penduduk Jakarta sadar akan semua itu. Kalian tahu, dibagian sudut Jakarta sebelah mana yang gak ada kata macet? Gak ada. Hampir semua sudut Jakarta dipenuhi sama yang namanya kemacetan.

488 tahun umur Jakarta sekarang. Tapi, bukan malah semakin baik, justru kebalikannya.

Yang bisa menyelamatkan kota Jakarta, yaitu: kita sendiri.

Yang bisa merawat kota Jakarta, yaitu: kita sendiri.

Seuntai surat cinta untuk seluruh penduduk Jakarta ini gue tulis. Agar kita semua: termasuk gue, bisa lebih menjaga dan mencintai lingkungan Jakarta. Bukan malah merusaknya.

Save Jakarta for better place!

Jakarta rindu oksigen bersih. Jakarta rindu damainya lalu lintas. Dan, Jakarta rindu pohon.

Happy Birthday Jakarta ke-488!


#HBDJKT488

Dari: Blogger sekaligus amatir writer yang mencintaimu, Jakarta.

You May Also Like

0 comments