Aku ikhlas, Tuhan.. (Back To December)
“Ka, udah. Semua udah takdir
Tuhan. Mungkin ini yang terbaik yang diberi Tuhan agar Aldi tidak lagi
merasakan kesakitan yang ia derita. Lu harus ikhlas, ya. Kasihan juga kan kalau
dia harus terus-terusan hidup melawan rasa sakitnya itu,” ucap salah satu
sahabatku, mencoba meyakinkanku bahwa ia telah tiada.
Aldi. Ya, namanya aldi. Seorang yang
luar biasa dimataku. Dia mampu melawan sakitnya sendirian. Dia mampu bertahan
melawan rasa sakit yang ia derita. Multiple
Sclerosis. Suatu penyakit dimana syaraf-syaraf dari sistim syaraf pusat
(otak dan sumsum tulang belakang atau spinal cord) memburuk atau degenerasi. Ketika
semakin banyak syaraf-syaraf yang terpengaruh, seorang pasien mengalami suatu
gangguan yang progresif pada fungsi-fungsi yang dikontrol oleh sistim syaraf
seperti penglihatan, kemampuan berbicara, berjalan, menulis, dan ingatan.
Dia mampu bertahan setidaknya 6 bulan
melawan penyakit itu. 6 bulan kita bersama. Dan 6 bulan tanpa pernah kamu
menunjukkan rasa sakitmu dihadapanku. Tapi malam itu, handphoneku berdering. Namun
aku lebih asik dengan teman-temanku, yang kebetulan aku sedang berada dirumah
salah satu temanku. Aku tidak memperdulikan panggilanmu.
Sesampainya di rumah, ku lihat
handphoneku. 10 panggilan tak terjawab, dan 2 pesan yang ku terima. Masih saja
ku abaikan. Aku bergegas untuk mandi dan istirahat sejenak. Setelah kira-kira 30
menit aku bersantai, ku buka pesan di handphoneku. Darimu! Semua pesan itu
darimu. Ku baca satu per satu.
“Ka, tolong ke rumah sebentar.
Kepalaku terasa sakit. Aku ingin mengambil obat yang ada di meja makan. Tapi
kepalaku sakit sekali, kakiku tidak bisa digerakkan. Kedua orang tuaku sedang
tidak ada disini. Tolong.” katanya, disalah satu pesan.
Kemudian kubaca lagi pesannya,
dia menyuruhku mengangkat telfon darinya. Tanpa membalas pesannya segera aku
datang ke rumahnya. Yang kebetulan rumahnya tidak berada jauh dari rumahku. Sesampainya
ku di rumahnya, salah seorang pembantunya berkata bahwa dia sudah dilarikan ke
rumah sakit.
Tersontak aku kaget, aku segera
bergegas menuju rumah sakit. Namun apa yang ku lihat. Seorang lelaki sudah
terbujur kaku ditutupi kain putih. Aku berharap itu bukan kamu. Ku buka kain
yang menutupi wajahnya, dan...
Spontan aku berteriak, memanggil
namamu. Seperti tidak percaya, lelaki yang dihadapanku sekarang adalah kamu. Berkali-kali
aku menggoyakan badanmu. Berharap kau akan bangun dari tidurmu yang panjang. Berharap
kau akan bangun dan menyebut namaku. Berkali-kali juga aku meyakinkan diriku
bahwa kamu telah tiada.
Malam itu, udara seperti menusuk
ke jantungku. Entah apa yang aku rasakan, ingin rasanya aku teriak. Aku benci
diriku sendiri. Penyesalan terhadap diriku yang tidak hentinya aku ucapkan.
Andai disaat kamu membutuhkanku aku
segera datang, pasti kamu akan tetap hidup bersamaku saat ini.
***
Pagi ini, aku akan melihat orang
yang ku sayangi selama ini dibawa ke tempat peristirahatan terakhirnya. Sesak. Dadaku
sesak. Airmata tidak berhenti mengalir. Ku cium keningmu untuk yang terakhir
kalinya. Ku usap wajahmu untuk yang terakhir kalinya.
Ya Tuhan, aku belum siap. Aku belum siap jika harus kehilangannya saat
ini. Aku masih membutuhkannya. Beri aku waktu sedikit lebih lama bersamanya,
Tuhan..
Langit tanpa matahari hari itu,
menambah dukaku semakin mendalam. Membuat penyesalanku memuncak. Tanah-tanah
merah semakin rapat menutupi dirimu. Dan kini, tidak lagi ku lihat kain kaffan
putih yang membalut tubuhmu. Hanya tanah merah yang kini ada dihadapanku.
Waktu semakin berlalu, semua
orang telah pergi meninggalkanku sendiri disini. Entah apa yang membuatku
enggan beranjak. Hatiku berat untuk meninggalkan tempat ini. Bahkan airmataku
pun tidak mau berhenti menetes.
“Ka, udah yuk pulang. Aldi udah
tenang disana. Jangan ditangisin ya. Gue tau kok lu sedih, tapi lu juga harus
tetap berjuang buat hidup lu. Udah ya.” ujar salah satu sahabatku yang masih
menemaniku saat itu.
Dengan berat hati, aku melangkah
pergi. Meninggalkanmu. Berusaha untuk meyakinkan diriku untuk tetap tegar,
meski ku tahu itu sangat sulit.
***
Hari ini adalah bulan ketiga
tepat setelah kepergianmu. Dan aku, masih saja memandangi pemandangan luar dari
balik jendela kamar tidurku. Berharap keajaiban akan datang di hidupku. Yaitu,
membawamu kembali ke kehidupanku.
Ya, mungkin kamu memang telah tiada. Kamu telah jauh
berada disana. Ditempat yang aku sendiri tidak tahu. Rasanya masih sulit bagiku
untuk merelakanmu pergi dari hidupku. Sulit bagiku untuk menerima kenyataan
bahwa kamu tidak akan pernah berada disini lagi.
Hampa.. Mungkin hanya kalimat itu
yang dapat menjelaskan perasaanku sekarang. Aku merasa seperti seonggok kayu
tak berdaya. Tidak ada gairah untuk tetap hidup. Karena kamulah semangatku
untuk menjalani hidupku.
Dinginya udara malam itu menusuk
lapisan-lapisan kulitku. Dingin.. Dan terus saja ku berharap kau akan datang
memelukku untuk membuatku hangat. Ahh.. Lagi-lagi airmata ini tejatuh tiap kali
ku mengingat tentangmu.
“Mau sampai kapan kaya gini, Ka?”
tanya seorang sahabatku yang membuatku bingung dengan kehadirannya yang
tiba-tiba.
“Ng... Nggak tau, Bil. Nggak tau
sampai kapan. Dan nggak tau apa gue bisa ikhlas nerima keadaan ini.”
Airmataku terus mengalir dan
semakin deras. Semua rasa sakit itu muncul dengan seiringnya ingatanku yang
selalu mengharapkanmu datang.
“Life must go on, ka. Dia udah tenang disana. Mungkin dia juga udah
bahagia disana. Sekarang giliran lu yang harus membuat hidup lu bahagia. Dengan
kondisi lu yang kaya gini, gue yakin disana dia gak akan bahagia.” katanya,
yang kemudian menyodorkan tissue kehadapanku.
Ya, dia sahabatku. Yang selama
ini selalu menemaniku sejak kepergianmu. Entah sampai kapan aku harus terus
berharap kamu akan datang untukku. Entah sampai kapan aku akan sadar bahwa kamu
tidak lagi akan datang untuk menemuiku. Entah sampai kapan aku harus seperti
ini. Entah...
***
Hari-hari terus berlalu. Membawa semua
memoriku padamu yang masih melekat dalam ingatanku. Aku duduk dibawah hujan
yang turun rintik-rintik pada hari itu. Terus berharap kau akan datang
dihadapanku.
“Ka, lu ngapain disini? Nanti
sakit. Masuk yuk ke dalam. Udah deh gak usah berharap yang gak mungkin. Aldi
udah gak ada.”
Kalimat itu yang selalu sahabatku
bilang. Dan kalimat itu pula yang selalu aku yakinkan pada diriku. Bahwa kamu
tidak akan pernah kembali disini.
“Tapi ini hari ulang tahunnya dia, Bil. Dia janji kalau dia ulang tahun dia bakal bawa gue ke pantai. Tempat
favorite dia dulu. Gue yakin kok dia bakal nepatin janjinya. Dia itu orangnya
gak pernah bohong, Bil.”
“Dia udah gak ada, ka. Dan dia
gak akan pernah datang buat nepatin janji itu. Lu mau dia gak tenang di alam
sana. Dengan lu terus berharap kaya gini, apa lu fikir dia bakal bahagia
disana. Dengan atau tanpa dia, lu harus tetap hidup. Dia bakal bahagia, kalau
lu bisa hidup bahagia juga. Ka, gue tau rasanya kehilangan. Tapi dengan lu kaya
gini, gak akan bikin dia kembali,” ucap sahabatku, yang terus meyakinkanku
dengan kalimatnya yang bijak.
Berkali-kali aku mencoba mencerna
kalimatnya. Berkali-kali pula aku berusaha bangkit dari keterpurukanku akan
dirimu. Sulit! Namun aku masih memiliki kehidupan yang harus aku jalani. Aku
bertekad untuk bangkit. Bukan melupakanmu. Hanya mencoba untuk merelakanmu. Bahwa
kamu tidak lagi disini. Dan tidak akan pernah datang untuk menepati janjimu
lagi. Aku mencoba...
***
Tepat 3 tahun kepergianmu. Hari ini
aku tidak lagi berharap kau akan datang. Tidak lagi berharap kau akan bersamaku
disini. Aku telah ikhlas sekarang. Ikhlas menerima kepergianmu. Ikhlas menerima
keadaan bahwa kamu telah tiada. Namun, aku tidak akan pernah melupakanmu. Kamu,
akan selalu ada disini. Diingatan ini. Kamu dan semua kenangan kita, akan
tersimpan apik di memori kehidupanku.
Meskipun kini aku telah bersama
yang lain. Percayalah, kamu akan selalu ada tempat didalam ingatanku. Hanya satu
harapanku saat ini, kita akan bertemu meskipun hanya dalam mimpi. Aku merindukanmu.
Dan lelaki yang kini bersamaku, aku berharap kelak dia bisa mengobati sakit ku
karena perihnya kehilangan...
The True Story
Puisi yang masih tersimpan didalam buku hariannya:
ku pandangi kemeja itu
kulihat warnanya motifnya...
hmm simple yah,
yah jika kau mau tahu se-simple itu aku mencintaimu
ku pandangi lagi kemejaku
warnanya biru,tenang sekali.
yah jika kau mau tahu setenang itu hatiku
setiap mendengar ucapanmu
dan setenang itu aku ingin pergi
ku pandangi lagi kemeja itu
motifnya kotak kotak
seandainya kamu tahu hatiku terbagi bagi seperti itu
saat logika dan hatiku berperang
ku pandangi lg kemeja itu
tanganya pendek
tapi perlu kau tahu cintaku tak sependek itu
tapi entah dengan usiaku
kupegang kemeja itu
kerahnya ternyata keras yah
yah itu sekeras hatimu untuk kutaklukan
dan sekeras hatiku untuk berpaling
entah berapa waktu yang kuhabiskan
untuk memandangi kemeja itu
sampai akhirnya kusadari kemeja itu bukan miliku
tidak bisa untuk ku beli
berapapun uangku.
aku membuka lemariku
ku lihat kemejaku
yah ini punyaku yang selalu ada dilemariku,
yang selalu kutemukan setiap membukanya
yang selalu ku pakai
membuatku terlihat tampan
yah tampan,dengan motifnya yang sederhana
teksturnya lembut,mahal pula
kemeja itu memang murah
untuk pemiliknya tapi tetap mahal untuku
teksturnya tidak selembut yang ku punya
tapi nyamannya luar biasa
aneh yah kasar tapi nyaman??
yah itulah hati,tak sama dengan logika
yah itukan kemeja itu,seperti kemeja yang ku buang beberapa tahun lalu
yang kuabaikan tanpa pernah ku cuci
yang hanya ku gantung tanpa pernah kupakai
mungkin ku sentuhpun tidak,aku asik bermain
sampai akhirnya....
yah sudahlah,malam semakin larut waktunya tidur
Testimoni:
8 comments
aaaaa gak gampang emang pasti itu! tapi harus jadi wanita hebat yaaa :')
ReplyDeletebukan cuma anda yang kehilangan tapi semuanya..
ReplyDeletetapi yang saya selalu percaya tuhan itu mengambilnya karena ia telah menyelsaikan tugasnya disini ugas membahagiakan semua.. tugas untuk membuatku dan semua mengerti sebagai manusia kita hanya bisa menerima semua dengan berusaha,sampai tuhan sendiri yang menghentikan usaha itu.bukan penyakit yang mebuatku kalah,aku kalah kerana wasit itu telah meniup pluitnya,tanda bahwa aku harus segera mengakhiri semua..(setidaknya itu kata yang saya ingat darinya.)
tidak bermaksud untuk mengingat semuanya kembali hanya aja saya ingat kamu tadi malam dan menemukan tulisanmu siang ini.
kalau diizinkan saya dari dulu mau buat film ini.. saya punya ayah kerja di film
ReplyDeletebisa saja mungkin buat tanpa izinmu karena saya tau ceritanya.. tapi buat saya ini adalh ceritamu,dan yang akan dibuat filmnya juga ceritamu dengan dia.
jadi saya masih tunggu izinnya.
masih tunggu momen untuk duduk bersama ayah saya kamu kan produsernya untuk bagaimana cerita ini dapat menjadi film yg sangat bagus.
gw ga ada maksud apapun untuk buat itu film cuma gw butuh bantuan untuk akses ke kelurganya aldi.karena gw udah ga punya akses kesana.,ga mungkin dong bkn film tanpa koordinasi sama keluarganya,
Deletelo nya pin bb atau whats up maybe?
gw butuh jawaban lo segera.gw tggu jawabannya.
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeletemakasih untuk posting puisinya.
ReplyDelete