“RIP” kualitas pe-sinetronan Indonesia.
Entah kenapa sejak munculnya
sinetron yang fenomenal itu disalah satu stasiun televisi swasta, yang berhasil
menduduki rating 1 sampai 100an lebih episode, makin kesini makin banyak
sinetron sejenis yang mencoba untuk menyaingi. Serupa namun tak sama. Tapi agak
mulai risih ya kalau liat judul sinetron sekarang yang selalu
menggunakan nama animal. Entah itu serigala, harimau, dan mau ada lagi pake
nama kambing. What the… naga-nagaan
disalah satu stasiun tv udah tamat, malah mulai bermunculan yang lainnya lagi.
Bukannya tidak menghargai
kreativitas karya milik bangsa. Cuma, kenapa di Indonesia ini punya kebiasaan “latah”
atau suka ikut-ikutan trend. Entah dalam bidang music, reality show, acara musik, maupun sinetron. Ya memang
sih untuk dijaman sekarang ini susah untuk menemukan tontonan yang berkualitas.
Karena pasalnya, orang-orang yang menonton pun jarang ada yang mau menonton
tontonan berkualitas. Otomatis pihak rumah produksi pun akan mengambil judul
yang memiliki nilai komersil walau agak ‘miring’.
Dunia pe-sinetron-an Indonesia
kini tengah memasuki fenomena baru. Dimana
semua judul sinetron rata-rata menyisipkan nama hewan. Dan genrenya bukan lagi
full drama romance. Melainkan action drama romance. Memang sudah ada
kemajuan dari dunia tv saat ini. Kalau dilihat, sekarang sudah mulai modern. Filmnya
ada adegan fight-nya. Kalau dulu kan cuma
drama film biasa. Kalau dulu, macam sinetron Tersanjung, Cinta fitri season 1-7 aja bisa jadi rating 1. Tapi kalau
sekarang? Yang bisa menembus rating hanya sinetron yang bisa bertransformasi
jadi hewan sepertinya. Hebat ya :’)
Kembali ke topik. Kenapa judul
sinetron sekarang tidak jauh-jauh dari serigala-harimau, genre-nya gak
jauh-jauh soal vampire, sihir, dan semua yang diluar akal? Kalau gak judulnya putri
yang hilang, putri yang tertukar..
Karena, judul-judul yang ‘menarik’
seperti itulah yang memiliki nilai komersil tinggi. Tapi ingat, se-menarik
apapun judul, pemainnya menentukan seberapa banyak penontonnya. Gak bisa
dipungkiri, rata-rata orang yang ‘ketagihan’ nonton sinetron bukan karena jalan
ceritanya, melainkan karena pemainnya.
Sebenarnya sah-sah saja kalau mau
buat genre sinetron yang kaya gitu. Karena pada saat ini pun penikmat sinetron
lebih menyukai sinetron yang isinya romantis ala-ala ABg gitu. Tapi ada
beberapa point yang harus diperbaiki oleh para crew yang bekerja dibidang
perfilman.
Problem pertama. Adalah editan animasinya yang hancur yang membuat
film itu yang wah jadi weh. Walaupun gue bukan pecinta fanatic sinetron
Indonesia, tapi sometimes suka lihat sekilas. Dari mulai sinetron yang “katanya”
terinspirasi dari film luar twilight sampai harry potter, bahkan sampai yang
local pun masih ada kurangnya. Ya wajar sih animator kita kan bukan kaya orang
luar yang udah ahli gitu ya. Lagi pula gak baik mengkritik kekurangannya secara
berlebihan.
Problem kedua. Kadang, jalan cerita gak sesuai sama judul. Awalnya sih
masih dalam ‘jalur’ tapi semakin banyak episodenya malah semakin ‘keluar’ dari
judul. Kaya film yang udah 1000an episode gak tamat-tamat tuh. Sampe gak tau
tukang buburnya udah naik haji berapa kali apa belum sama sekali. Atau, kapan
emak Ijahnya ke Mekkah, kelamaan keburu tua itu.. Atau gak, judulnya serigala,
dominan yang selalu muncul dan diutamain porsinya vampire, yang jadi pokok
permasalahannya manusia.
Problem ketiga. Pemain pendamping/pembantu lebih tenar dari pemain
utamanya. Hm, kalau ini gak usah disebut ya ini disinetron apa. Pasangan yang
dijuluki couple of the year 2014 ini
berhasil mengalahkan pasangan yang menjabat sebagai pemain utama. Gue suka
nonton ini awalnya, karena keinget twilight. Terus sempet beberapa kali gue
perhatiin ratingnya turun, dengan memunculkan lebih banyak scene pasangan yang
merupakan pemain pendamping, malah membuat ratingnya kembali naik. Itu terbukti,
kalau yang nonton sinetron ini 60% hanya menunggu scene ‘si’ couple of the year ini.
Problem keempat. KPI yang bertindak bak sensor film. Gue gak
terlalu paham ya apa aja tugas dan fungsinya KPI dalam penyiaran yang
ditayangin ditv. Tapi, kalau soal ada adegan yang pantas atau gak nya, harus
dihilangkan, bukannya itu tugasnya Lembaga Sensor Film ya? Tugas KPI bukannya
hanya mengawasi? Kalau sinetron tersebut sudah naik ke tv, berarti harusnya
udah melewati sensor film dong, kalau udah ada label lolos sensor, kenapa
kadang masih kena tegur KPI? Bukannya kalau sudah ada label lolos sensor itu
berarti tandanya ‘aman’? Itu yang gue gak ngerti apa peranan KPI. Pokoknya kalau
gak mau kena ‘semprot’ KPI, jangan bikin anak sekolah tapi isinya pacaran
semua, atau gak pacaran di sekolah. Ntar kaya yang udah-udah, malah diskors.
Problem kelima. Masih soal “latah”. Tau dong serial film india yang
fenomenal itu? Yang bikin dia bertengger di 10 besar rating tv? Sejak serial
bollywood itu sukses, ada aja tv lain yang latah mau nayangin serial yang
serupa. Dan, hanya karena serial bollywoodnya sukses, ada juga yang slot jam
tayang premiernya semua isinya india.
Problem keenam. Meng-copy sama
terinspirasi sama sebuah film lain itu beda. Kalau meng-copy, isi dari 90% film itu sama persis sama film aslinya. Tau kan
serial yang mirip harry potter? Gue sebagai
pecinta film HP sangat kecewa sih, pasalnya kenapa semua ceritanya nyaris sama
persis sama film HP? Penasaran sama sinetronnya. Baru liat episode 1, 20 menit
awal. Langsung gak lihat lagi. Tapi, yang gue denger sekarang ratingnya naik
terus. Ya mungkin filmnya memang bagus. Asal jangan sampe kaya sinetron yang copy drama Korea itu terus langsung ilang gitu aja pas awal episode. Atau sinetron yang coba niru Harry Potter terus tiba-tiba udah tamat aja. Gagal..
Problem ketujuh. Sinetron yang pokok permasalahannya disitu-situ aja. Ceritanya muter-muter itu-itu aja. Beberapa sinetron yang sudah tembus 100 episode biasanya melakukan blunder pada pokok permasalahan yang mereka ambil. Darah suci, darah suci, terus. Perebutan cewe, perebutan cewe terus. Saling bully, saling bully, terus. Masa lalu, masa lalu, terus. CLBK, CLBK, terus. Begitu aja terus sampe negara api menyerang.
Problem ketujuh. Sinetron yang pokok permasalahannya disitu-situ aja. Ceritanya muter-muter itu-itu aja. Beberapa sinetron yang sudah tembus 100 episode biasanya melakukan blunder pada pokok permasalahan yang mereka ambil. Darah suci, darah suci, terus. Perebutan cewe, perebutan cewe terus. Saling bully, saling bully, terus. Masa lalu, masa lalu, terus. CLBK, CLBK, terus. Begitu aja terus sampe negara api menyerang.
Ya begitulah sedikit fenomena yang sedang terjadi
di dunia pesinetronan Indonesia. Yang bisa dibilang, tayangannya lebih condong
ke label bimbingan orang tua. Karena
yang nonton bukan lagi remaja, tapi anak kecil pun udah mulai nonton dan
menirukan apa yang difilm. Padahal harusnya ambil yang possitif buang yang
negative, tapi nyatanya negativenya diingat possitifnya dilupakan.
Jangan salahkan kenapa anak kecil
sekarang tingkahnya bak orang dewasa. Karena peranan orang tua, lingkungan,
bahkan tontonan yang mereka lihat akan berpengaruh besar untuk pembentukan
pribadinya.
Harus tetap dukung karya bangsa
sendiri walaupun isinya begitu semua. Yang menurut gue sama aja gak ada
bedanya. Semoga para scriptwriter di
Indonesia lebih memiliki ide cemerlang lagi dari ini untuk membuat dunia
perfilman dan pesinetronan Indonesia semakin maju.
Televisi menyajikan kalian
beberapa pilhan tayangan. Dan kalian memiliki pilihan untuk menonton sinetron
atau box office yang ditayangkan
beberapa stasiun tv. Tapi yang paling bijak dari semua sikap adalah dengan
tidak saling judge sinetron satu
dengan yang lainnya. Jadi seorang scriptwriter
itu gak mudah. Jadi jangan sesekali ngejudge berlebihan karya seorang scriptwriter. Kalian yang cuma komen dan
ngejudge belum tentu bisa nulis kaya
mereka. Mengkritik boleh tapi tidak men-judge. Be wise!
No offense, no hate, no judging. We live in peace.
0 comments